4/12/2011
Minyak Ikan Sidat


Minyak Ikan sidat dibuat dari ekstrak sum-sum ikan sidat segar, mengandung tiga jenis nutrient penting yaitu: asam lemak omega 3 (DHA & EPA) , Phospholipids dan antioksidan Vitamin E.
Jika tubuh tidak memiliki keseimbangan yang tepat dari asam lemak omega 3 (DHA & EPA) , Phospholipids dan antioksidan Vitamin E maka akan menyebabkan kerusakan sistem prostaglandin tubuh.
Contoh penyakit yang diakibatkan ketidak seimbangan tersebut.
• Syndrome PMS (premenstrual syndrome)
• Sakit Abnominal & keram uterine
• Mual, letih dan lesu
• Sakit Kepala
• Kurang nafsu makan
• Terkait PMS : kegelisahan, depresi dan stres
• Disfungsi Ereksi pada pria
• Kolesterol tinggi (high LDLs and Triglycerides)
• Sakit dan kaku pada persendian, dengan fleksibilitas terbatas
• Pilek berkelanjutan, bersin, gatal pada mata
• Radang sendi, Multiple Sclerosis
• Kelelahan
# Omega 3 (DHA & EPA)
Omega – 3 adalah jenis polyunsaturated fatty acid (omega 6 yang lainnya) yang penting karena tubuh tidak dapat membuat mereka sendiri dan harus berasal dari makanan yang kita makan. Minyak ikan air dingin (sidat, salmon, tuna , ikan kembung) yang sering absen dalam makanan kita, sumber utama terbaik Omega 3, the EPA (eicosapentaenoic acid) dan DHA (docosahexaenoic acid). Mereka adalah penting untuk:
• Pengembangan dari sistem saraf pusat (otak kaya akan DHA)
• Mengatur pembekuan dan tekanan darah serta peradangan
• Mengatur kekebalan tubuh
Pentingnya mengembalikan keseimbangan yang benar
Omega 3 dan Omega 6 memainkan peranan penting dalam proses inflammasi, yang merupakan pusat respon kekebalan tubuh.
Jika Omega 6 adalah pedal yang diperlukan untuk proses inflammasi, sebagai contoh melawan infeksi, omega 3 lah yang menormalkan respon tubuh.
Jika terlalu banyak Omega 6 dalam tubuh, penyakit seperti radang sendi, diabetes, penyakit jantung, dll meningkat dengan signifikan.
Mengembalikan keseimbangan asam lemak tubuh dengan kata lain meningkatkan Omega 3 adalah pendekatan yang logis untuk mengatasi penyakit.
# Phospholipids
Disebut juga “cell gatekeepers”, lemak ini membatasi membran sell yang merupakan benteng mikroskopis yang membantu memfilter toxin, melawan oxidative stress yang disebabkan oleh radikal bebas yang membuat kerusakan di dalam sel.
Phospholipid memberikan nutrient penting untuk Neuro-transmisi yang terlibat dalam pengaturan otot, memori, suasana hati, tidur, dan organ kunci seperti jantung.
Seperti Omega 3 dan 6 yang melekat pada phospholipid, mereka secara efektif bioavailable yakni dapat diserap lebih baik dan dimanfaatkan oleh tubuh.
# Antioksidan Vitamin E
Vitamin E yang membantu menetralkan efek yang merusak dari unstabled compounds, disebut juga radikal bebas yang sering menyebabkan masalah kesehatan kronis. Ini adalah Antiosidan yang membantu menstabilkan minyak Omega 3 .
Berkah dari Budidaya Ikan Sidat


Ikan sidat atau unagi banyak dikonsumsi sebagai makanan mewah di Jepang, Hongkong, dan Korea karena kandungan tinggi protein dan omega-3 yang berkhasiat untuk kesehatan tubuh. Namun, benih ikan sidat yang banyak di perairan Indonesia belum banyak dimanfaatkan di negeri sendiri.
Di Indonesia, paling sedikit ada enam jenis ikan sidat (Anguilla sp), yaitu Anguilla marmorata, Anguilla celebensis, Anguilla ancentralis, Anguilla borneensis, Anguilla bicolor bicolor, dan Anguilla bicolor pacifica.
Melihat peluang pasar yang besar, Syaiful Hanif (32) dan sepuluh rekannya yang tergabung dalam Paguyuban Patra Gesit di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, mulai menjajaki usaha budidaya ikan sidat pada akhir tahun 2008.
Teknik pembesaran ikan sidat awalnya dipelajari Syaiful di Balai Layanan Umum Pandu Karawang, Kementerian Kelautan dan Perikanan. Segmentasi ikan sidat bicolor dipilih dengan benih yang didapat dari hasil tangkapan alam.
Bermodal sedikit pengalaman, paguyuban yang dipimpin Syaiful itu lantas mengajukan kredit lunak pada Program Kemitraan dan Bina Lingkungan PT Pertamina Tbk Rp 1,2 miliar untuk jangka waktu 3 tahun.
Kemudian, dana sebesar itu digunakan untuk membeli lahan seluas 2 hektar di Desa Lamaran Tarum, Kecamatan Cantigi, Kabupaten Indramayu.
Selain itu, dana itu untuk membangun 10 petak kolam ikan berukuran masing-masing 20 x 30 meter persegi, pembelian benih ikan sidat, serta persiapan sarana dan prasarana produksi. Di antaranya peralatan diesel mengingat di wilayah itu belum ada jaringan listrik yang memadai.
Setelah lahan disiapkan, Syaiful dan rekan-rekannya mencoba mempraktikkan pembesaran ikan sidat bicolor di lahan mereka. Namun, usaha pembesaran ikan sidat bicolor ternyata tidak mudah. Bicolor yang biasa hidup di arus pertemuan air sungai dan air laut sulit beradaptasi di kolam air tawar.
Negara tujuan ekspor
Ikan sidat adalah jenis karnivora (pemakan ikan) yang memiliki sifat katadromos, yaitu awalnya berkembang biak di laut dan selanjutnya mencari perairan umum (air tawar) untuk membesarkan diri.
Sifat itu membuat ikan sidat sulit beradaptasi dan mengubah pola makan di habitat baru kolam air tawar. Tingkat pertumbuhan ikan bicolor juga tidak merata karena ukuran benih yang ditebar tidak seragam. Usaha mereka pun berada di ambang kehancuran.
Namun, Syaiful tidak menyerah. Ia lantas menekuni riset pembesaran ikan sidat selama hampir setahun. Proses aklimatisasi diterapkan berupa penyesuaian lingkungan, temperatur, serta sortir benih ikan sebelum disimpan di kolam.
Dengan perlakuan khusus, ikan sidat bicolor yang biasanya makan ikan lain itu berubah kebiasaan menjadi rakus makan pelet. Berpijak dari hasil riset tersebut, Syaiful dan teman-temannya melanjutkan usaha. Tidak tanggung-tanggung, mereka langsung beralih dengan membidik segmentasi ikan sidat marmorata yang permintaan dan harganya di pasar internasional jauh lebih tinggi.
Ikan sidat marmorata terbukti tumbuh subur dengan tingkat hidup (SR) 80 persen. Jika dalam kurun 6 bulan pertumbuhan benih sidat hanya dari ukuran 0,2 gram menjadi 40 gram per ekor, dalam bulan ke-7 sampai ke-10 benih tumbuh pesat dari ukuran 40 gram ke 1 kilogram (kg) per ekor.
Pada panen perdana bulan Januari 2010, paguyuban itu menghasilkan panen sidat sebanyak 500 kg dan seluruhnya diekspor. Ekspor ikan hidup dengan bobot lebih dari 500 gram per ekor, harga jualnya berkisar Rp 120.000-Rp 160.000 per kg. Harganya akan semakin mahal jika bobot ikan lebih dari 1 kg per ekor, yakni Rp 120.000-Rp 180.000 per kg.
Pasar utama ekspor ikan sidat adalah Hongkong, China, dan Taiwan. ”Minat pasar ekspor yang tinggi terhadap ikan sidat membuat hasil produksi selalu terserap pasar, berapa pun jumlahnya,” ungkap Syaiful.
Ia mengakui tidak sulit mencari benih ikan. Beberapa kawasan perairan yang banyak terdapat benih ikan sidat di antaranya di pesisir Sumatera bagian barat, Sulawesi, dan pantai selatan Jawa yang berbatasan dengan laut dalam. Harga benih sidat marmorata Rp 120.000 per kg dengan ukuran benih 25 gram per ekor.
Sayangnya, seiring maraknya permintaan di pasar internasional, penyelundupan benih ikan sidat ke negara lain terus terjadi, di antaranya ke Jepang.
Penyelundupan di beberapa tempat itu mendongkrak harga benih marmorata hingga mencapai Rp 2,5 juta per kg.
Syaiful mengaku khawatir, dengan teknologi budidaya sidat di Tanah Air yang belum berkembang luas, bukan tidak mungkin masyarakat Jepang kelak akan mencuri start dalam pembudidayaan ikan sidat secara luas.
”Indonesia adalah negeri produsen benih ikan yang besar dan kaya. Tetapi, jika potensi itu tidak dimanfaatkan optimal, bisa dipastikan rakyat Indonesia sulit memperoleh nilai tambah dari perikanan,” ujar pria yang sebelumnya menekuni bisnis penjualan pulsa itu.
Salah satu ambisinya dalam waktu dekat adalah memperluas pemasaran ikan sidat ke pasar-pasar dalam negeri. ”Kalau pasar ekspor dengan mudah bisa ditembus, kenapa pasar dalam negeri justru tidak melihat potensi ini,” papar Syaiful.
Ia menargetkan produksi ikan sidat pada panen kedua bulan Juli 2010 bisa mencapai 1 ton. Ia pun berencana memberdayakan masyarakat sekitar dengan menularkan teknik pembesaran ikan sidat ke warga Indramayu.
Caranya, melepas benih ikan sidat berukuran 100 gram kepada warga untuk dibesarkan sampai ukuran 500 gram, kemudian ditampung kembali untuk dipasarkan.
Pria lulusan politeknik Jurusan Mesin ITB angkatan 1996 ini berharap pemerintah memiliki regulasi yang tegas untuk mengembangkan benih ikan sidat, memperluas teknologi budidaya lewat pemberdayaan masyarakat, serta menekan penyelundupan benih yang merugikan perikanan budidaya. (Oleh BM LUKITA GRAHADYARINI)
SUMBER: Kompas.com
Ikan Sidat Indonesia Diincar Jepang


Benar jika dikatakan bahwa kekayaan kelautan dan perikanan Indonesia termasuk yang terbesar di dunia. Buktinya terlihat dari salah satu spesies ikan kegemaran warga Jepang, yaitu ikan sidat atau unagi, yang banyak hidup di perairan Indonesia.
Benih ikan sidat yang bisa hidup di air tawar dan asin itu ternyata menjadi incaran pengusaha perikanan Jepang karena harganya yang terbilang wah dan bisa mengucurkan yen ke kantong. Ambil contoh, ikan sidat jenis marmorata. Untuk membeli satu kilogramnya saja, Anda harus menyediakan uang setidaknya Rp 300.000.
Namun, ada juga 5 jenis ikan sidat lainnya yang salah satunya dijual seharga Rp 150.000 per kg, yakni jenis bicolor. Benihnya banyak ditemukan di perairan Palabuhan Ratu, Jawa Barat. Sampai saat ini, manusia belum bisa melakukan pemijahan terhadap benih ikan sidat tersebut. Pasalnya, ikan ini mensyaratkan pemijahan dilakukan di perairan laut dalam setelah benur lahir dan menjadi benih. Biasanya anakan sidat akan berenang ke muara sungai.
Di muara sungai itulah ikan itu besar sampai kemudian datang masa pemijahan lagi. "Jepang yang memiliki teknologi tinggi pun sampai sekarang belum bisa melakukan pemijahan tersebut," papar Made Suita, Kepala Balai Pelayanan Usaha (BLU) Tambak Pandu, Karawang, Minggu (14/3/2010).
Alhasil, untuk pembudidayaan ikan sidat tersebut, benih harus didatangkan dari alam. Beberapa daerah yang sudah memiliki sebaran tersebut adalah perairan Poso, Manado, selatan Jawa terutama perairan Palabuhan Ratu, dan perairan di barat Sumatera.
Namun, tidak semua daerah itu benihnya bisa dimanfaatkan karena banyak nelayan yang belum mengerti cara untuk menangkapnya. Made menyebutkan, nelayan yang sudah memiliki kemampuan untuk menangkap benih sidat itu baru nelayan yang ada di Palabuhan Ratu. Wilayah ini memiliki palung dan muara sungai yang mengalir ke laut.
Nurdin selaku Kepala Bagian Budidaya di BLU Pandu Karawang bilang, kini sudah ada yang mengomersialkan keberadaan benih itu, terutama nelayan yang ada di Palabuhan Ratu. Mereka sudah mengetahui potensi pasar benih ikan sidat, yang satu kilogramnya atau sekitar 5.000 benih dijual seharga Rp 150.000 per kg. Pembelinya pun kebanyakan datang dari Taiwan, Korea, China, Vietnam, dan tentunya Jepang.
Namun sebagian masyarakat Indonesia belum mengerti keberadaan bibit ikan sidat tersebut. Di Poso dan Manadi, misalnya, benih ikan sidat tersebut bahkan dijadikan ikan yang digoreng dengan rempeyek. Menurut Nurdin, ketika warga tidak mengetahuinya, ikan sidat itu menjadi ikan biasa seperti teri.
Pembeli benih ikan sidat dari berbagai negara kini sudah banyak mengincarnya. Sementara itu, pembeli benih domestik hanya memanfaatkannya untuk kebutuhan budidaya yang ada di Karawang, Cirebon, dan Indramayu. Yang menyulitkan bagi pembudidaya di dalam negeri adalah mereka tidak memiliki akses langsung ke pasar ekspor. Adapun di pasar dalam negeri, mereka tidak bisa berharap banyak karena konsumen domestik tidak menyukai ikan sidat dan juga karena harganya yang mahal.
"Untuk membudidayakannya juga ada persyaratan jika ingin ekspor ke Jepang sehingga pembudidaya ikan sidat sulit untuk ekspor ke sana," kata Nurdin.
Salah satu cara untuk bisa menembus pasar Jepang adalah dengan menjalin kerja sama terhadap perusahaan Jepang yang sebelumnya sudah berbisnis ikan sidat.
Nurdin bilang, ikan sidat cukup mahal karena proses perawatannya yang membutuhkan waktu lebih panjang, yakni 3-4 bulan. Adapun pakan utamanya adalah pelet dengan protein tinggi yang dijual seharga Rp 9.000 per kg. Selain itu, ikan juga butuh pakan tambahan berupa keong mas yang sudah dipotong-potong.
Dalam perawatannya pun, suplai oksigen harus dijaga karena ikan sidat membutuhkan air dengan tingkat larutan oksigen tinggi. Adapun tingkat kehidupan rata-rata ikan sidat tersebut mencapai 75 persen dari bibit yang ditebar. "Jika ingin detailnya, maka silakan datang ke BLU Tambak Pandu Karawang. Kami akan berikan informasi detailnya," undang Nurdin.
Saat ini di BLU Pandu Karawang terdapat mitra kerja sama dari Jepang, yakni Asama Industry Co Ltd. Mitra ini bekerja sama dengan PT Suri Tani Pemuka yang melakukan kerja sama untuk memproduksi ikan sidat di BLU Pandu Karawang. Ikan sidat yang sudah diproduksi tersebut bisa diekspor langsung ke Jepang karena sudah ada yang menampung. Sayang, Made tidak mau menyebutkan angka ekspor dari perusahaan mitranya tersebut.
Saat ini yang dibutuhkan oleh pembudidaya ikan sidat adalah membuka kerja sama dengan pemasok ikan sidat yang ada di pasar dunia. Menurut Made, pasar yang sangat menarik dan belum banyak disentuh adalah pasar ikan sidat untuk kebutuhan non-Jepang. "Yang mengonsumsi itu tidak hanya Jepang. Taiwan, Korea, dan China juga sangat menyukai ikan ini," ungkap Made.
Butuh proteksi ekspor benih
Masalah yang dihadapi oleh pembudidaya ikan sidat ini adalah masalah daya saing yang ketat dengan negara produsen lainnya. Negara yang sudah mengembangkan budidaya ikan sidat ini adalah Vietnam dan Korea, demikian juga dengan Jepang sendiri. Anehnya, kata Made, budidaya di dua negara tersebut mendapatkan benih ikan sidat dari Indonesia.
Padahal, kata Made, Kementerian Kelautan dan Perikanan sudah memproteksi ekspor benih ikan sidat dengan alasan guna melindungi spesies dan untuk meningkatkan nilai tambah di dalam negeri. "Namun, pembudidaya ikan sidat di Jepang itu sendiri ternyata adalah orang Indonesia," ungkap Made.
Termasuk yang ada di Korea dan juga Vietnam, benih ikan sidat itu diindikasi berasal dari Indonesia. Made mengindikasi bahwa banyak benih ikan sidat dari Indonesia berseliweran keluar negeri dan dibudidayakan di luar negeri. "Kontainer saja yang besar bisa diselundupkan, apalagi benih yang kecil ini," ujar Made.
Jika penyelundupan benih itu bisa diatasi, maka produksi ikan sidat dari budidaya di dalam negeri bisa sangat diandalkan sebagai nilai tambah bagi pembudidaya di dalam negeri, termasuk menambah devisa negara. (Asnil Bambani Amri/Kontan)kan sidat ikan sidat ikan sidat ikan sidat ikan sidat ikan sidat ikan sidat
SUMBER: Kompas.com
Ikan sidat Tembus Pasar Asia Timur


Direktorat Perikanan Budidaya Departemen Kelautan dan Perikanan, untuk pertama kalinya mengekspor 30 ton ikan sidat atau anguilla sp, menuju negara-negara di Asia Timur, yakni Taiwan, Korea Selatan, dan Jepang.
Ekspor perdana tersebut dilepas dari Tambak Pandu di Desa Pusakajaya Utara, Kabupaten Karawang, Jawa Barat, oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Freddy Numberi dan Wakil Gubernur Jawa Barat Wagub Jabar Nu’man A.Hakim, Senin (27/8).
”Kami membutuhkan waktu dua tahun, untuk menemukan formula tepat bagi pembesaran ikan sidat. Ternyata, ikan ini tumbuh baik pada suhu 29-31 derajat Celsius, dengan tingkat salinitas lima per mil,” kata Direktur Jenderal Perikanan Budidaya DKP, Made L Nurjana.
Made mengatakan karena teknologi pembesaran ikan sidat telah dikuasai, maka secepatnya DKP akan mengembangkan ikan sidat di beberapa daerah. ”Telah ada dia kawasan yang dibidik investor Jepang, untuk membudidayakan ikan sidat, yakni di Kabupaten Karawang, Jawa Barat, dan Likupang, Sulawesi Selatan,” ujar Made.
Ditemui di Karawang, Presiden Presiden Asama Industry, Yoshinori Ito, optimistis membudidayakan ikan sidat di Indonesia, untuk memenuhi kebutuhan Jepang atas ikan sidat sebagai bahan baku makanan seharga per kilogram antara 4.000-6.000 yen, setara Rp 350.000 – Rp 450.000.
Dalam setahun, Jepang membutuhkan ikan sidat sebanyak 100.000 ton, dengan hanya sekitar 20.000 ton yang diproduksi dari dalam negeri Jepang. ”Tiap tahunnya, kami mengimpor 80.000 ton ikan sidat, dengan 60.000 ton diantaranya diimpor dari China,” kata Ito.
Ito berhadap Indonesia dapat menyubtitusi China sebagai eksportir ikan sidat, karena ikan sidat produksi China seringkali ada bercak-bercak akibat jamur. Padahal, konsumen Jepang menginginkan produk yang sempurna.
Di Indonesia, penyebaran ikan sidat banyak terdapat di perairan barat Sumatera, selatan Pulau Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi, pantai timur Kalimantan, Maluku, dan Papua.
Ikan sidat, vertebrata dengan genus Anguilla ini, makan dan tumbuh di perairan tawar, namun untuk memijah atau bertelur, mereka kembali ke laut. Bahkan proses pemijahan berlangsung di laut berkedalaman 400-500 meter. (Laporan Wartawan Kompas Haryo Damardono)
SUMBER: Kompas.com
Budidaya Sidat Pada Jaring Apung


1. PENDAHULUAN
Ikan Sidat (anguilla bicolor), termasuk famili Anguillidae, ordo Apodes. Di Indonesia diperkirakan paling sedikit terdapat 5 (lima) jenis Ikan Sidat, yaitu : Anguilla encentralis, A. bicolor bicolor, A. borneonsis, A. Bicolor Pacifica, dan A. celebensis.
Ikan Sidat tumbuh di perairan tawar (sungai dan danau) hingga mencapai dewasa, setelah itu Ikan Sidat dewasa beruaya ke laut dalam untuk melakukan reproduksi. Larva hasil pemijahan akan berkembang, dan secara berangsur-angsur terbawa arus ke perairan pantai. Ikan Sidat yang telah mencapai stadia elver (glass eel) akan beruaya dari perairan laut ke perairan tawar melalui muara sungai.
Ruaya anadromus larva Sidat (elver) berhubungan dengan musim. Diperkirakan ruaya larva Ikan Sidat dimulai pada awal musim hujan, akan tetapi pada musim tersebut faktor arus sungai dan keadaan bulan sangat mempengaruhi intensitas ruayanya.
Ikan Sidat termasuk ikan karnivora. Di perairan umum Ikan Sidat memakan berbagai jenis hewan, khususnya organisme benthik seperti crustacea (udang dan kepiting), polichatea (cacing, larva chironomus dan bivalva serta gastropods). Aktivitas makan Ikan Sidat umumnya pada malam hari (nokturnal).
Ikan Sidat telah dibudidayakan secara intensif di Eropa khususnya di Norwegia, Jerman dan Belanda serta Asia, yaitu : Jepang, Taiwan dan China daratan. Di negara-negara lain seperti Australia, Indonesia dan beberapa negara Eropa dan Afrika Barat umumnya produksi Ikan Sidat masih mengandalkan dari hasil penangkapan di alam.. Ikan Sidat dapat dibudidayakan di dalam ruangan tertutup (indoor) dan di luar ruangan (outdoor). Di Indonesia dengan suhu lingkungan yang relatif konstan sepanjang tahun maka pemeliharaan Ikan Sidat dapat dilakukan di luar ruangan (out door).
Secara praktis Ikan Sidat dapat dibudidayakan di kolam tanah berdinding bambu, kolam beton (bak beton), pen dan keramba faring apung. Apa pun jenis wadah yang digunakan dalam budidaya Ikan Sidat yang hamus diperhatikan adalah bagaimana mencegah lolosnya ikan dari media budidaya.
2. LINGKUNGAN PERAIRAN YANG DIKEHENDAKI UNTUK BUDIDAYA IKAN SIDAT
a. Suhu.
Pada pemeliharaan benih Ikan Sidat lokal, A. bicolor bicolor, suhu terbaik untuk memacu pertumbuhan adalah 29°C.
b. Salinitas.
Pada pemeliharaan Ikan Sidat lokal.,, A. bicolor bicolor (elver), salinitas yang dapat memberikan pertumbuhan yang baik adalah 6 - 7 ppt.
c. Oksigen Terlarut.
Kandungan oksigen minimal yang dapat ditolelir oleh Ikan Sidat berkisar antara 0,5 - 2,5 ppm.
d. pH.
pH optimal untuk pertumbuhan Ikan Sidat adalah 7 - 8.
e. Amonia (N H3- N) dan Nitrit (NO2-N)
Pada konsentrasi amonia 20 ppm sebagian Ikan Sidat yang dipelihara mengalami methemoglobinemie dan pada konsentrasi 30 - 40 ppm seluruh Ikan Sidat mengalami methemoglobinemie.
3. KEBUTUHAN NUTRIEN
Seperti halnya jenis ikan-ikan lain, Ikan Sidat membutuhkan zat gizi berupa protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral.
Kadar protein pakan optimal adalah 45% untuk ikan bestir (juvenil) dan sekitar 50% untuk ikan kecil (fingerling).
4. BUDIDAYA IKAN SIDAT PADA JARING APUNG
a. Jaring Apung.
Satu unit jaring apung memiliki empat kolam berukuran 7 x 7 m, dengan jaring berukuran 7 x 7 x 2,5 m dan mata jaring 2,5 inchi. Untuk menghindari lolosnya ikan, disekeliling tepian kolam bagian atas diberi penutup dari hapa dengan lebar 60 cm.
b. Benih Ikan Sidat.
Benih Ikan Sidat (Anguilla bicolor) berbobot 15 - 20 gram per ekor dengan panjang 20-30 cm.. Benih Ikan Sidat diperoleh dari Pelabuhan Ratu hasil tangkapan nelayan di perairan umum.
c. Padat Penebaran.
Setiap kolam ditebar 100 kg benih Ikan Sidat.
d. Pakan.
Pakan yang diberikan adalah pakan buatan berbentuk pasta dengan kandungan :
■ Protein 47,93%
■ Lemak 10,03%
■ Seratkasar 8,00%
■ BETN 8,32%
■ Abu 25,71%
Pakan diberikan sebanyak 3% dari berat total ikan Konvensi pakan sebesar 1,96.
Dengan konvensi tersebut akan diperoleh laju perturnbuhan
rata-rata 1,46`% dengan mortalitas 9,64 %.
e. Masa Pemeliharaan dan Panen.
Pemeliharaan Ikan Sidat pada kolam keramba jaring apung selama 7 - 8 bulan, dan masa. panen secara bertahap dapat dimulai pada masa pemeliharaan 4 bulan.
Ukuran Ikan Sidat yang, dipanen dapat - mencapai ukuran. konsumsi yaitu 180 - 200 gram per ekor.
Pemeliharaan ikan Sidat pada kolam keramba jaring apung merupakan salah satu alternatif dalam rangka penganekaragaman budidaya ikan pada kolam keramba jaring apung. Namun dalam penerapannya masih perlu diperhatikan kondisi serta kualitas perairan umum yang dipergunakan.
SUMBER: Dinas Perikanan Provinsi Jabar, 2008
Ikan Sidat (anguilla bicolor), termasuk famili Anguillidae, ordo Apodes. Di Indonesia diperkirakan paling sedikit terdapat 5 (lima) jenis Ikan Sidat, yaitu : Anguilla encentralis, A. bicolor bicolor, A. borneonsis, A. Bicolor Pacifica, dan A. celebensis.
Ikan Sidat tumbuh di perairan tawar (sungai dan danau) hingga mencapai dewasa, setelah itu Ikan Sidat dewasa beruaya ke laut dalam untuk melakukan reproduksi. Larva hasil pemijahan akan berkembang, dan secara berangsur-angsur terbawa arus ke perairan pantai. Ikan Sidat yang telah mencapai stadia elver (glass eel) akan beruaya dari perairan laut ke perairan tawar melalui muara sungai.
Ruaya anadromus larva Sidat (elver) berhubungan dengan musim. Diperkirakan ruaya larva Ikan Sidat dimulai pada awal musim hujan, akan tetapi pada musim tersebut faktor arus sungai dan keadaan bulan sangat mempengaruhi intensitas ruayanya.
Ikan Sidat termasuk ikan karnivora. Di perairan umum Ikan Sidat memakan berbagai jenis hewan, khususnya organisme benthik seperti crustacea (udang dan kepiting), polichatea (cacing, larva chironomus dan bivalva serta gastropods). Aktivitas makan Ikan Sidat umumnya pada malam hari (nokturnal).
Ikan Sidat telah dibudidayakan secara intensif di Eropa khususnya di Norwegia, Jerman dan Belanda serta Asia, yaitu : Jepang, Taiwan dan China daratan. Di negara-negara lain seperti Australia, Indonesia dan beberapa negara Eropa dan Afrika Barat umumnya produksi Ikan Sidat masih mengandalkan dari hasil penangkapan di alam.. Ikan Sidat dapat dibudidayakan di dalam ruangan tertutup (indoor) dan di luar ruangan (outdoor). Di Indonesia dengan suhu lingkungan yang relatif konstan sepanjang tahun maka pemeliharaan Ikan Sidat dapat dilakukan di luar ruangan (out door).
Secara praktis Ikan Sidat dapat dibudidayakan di kolam tanah berdinding bambu, kolam beton (bak beton), pen dan keramba faring apung. Apa pun jenis wadah yang digunakan dalam budidaya Ikan Sidat yang hamus diperhatikan adalah bagaimana mencegah lolosnya ikan dari media budidaya.
2. LINGKUNGAN PERAIRAN YANG DIKEHENDAKI UNTUK BUDIDAYA IKAN SIDAT
a. Suhu.
Pada pemeliharaan benih Ikan Sidat lokal, A. bicolor bicolor, suhu terbaik untuk memacu pertumbuhan adalah 29°C.
b. Salinitas.
Pada pemeliharaan Ikan Sidat lokal.,, A. bicolor bicolor (elver), salinitas yang dapat memberikan pertumbuhan yang baik adalah 6 - 7 ppt.
c. Oksigen Terlarut.
Kandungan oksigen minimal yang dapat ditolelir oleh Ikan Sidat berkisar antara 0,5 - 2,5 ppm.
d. pH.
pH optimal untuk pertumbuhan Ikan Sidat adalah 7 - 8.
e. Amonia (N H3- N) dan Nitrit (NO2-N)
Pada konsentrasi amonia 20 ppm sebagian Ikan Sidat yang dipelihara mengalami methemoglobinemie dan pada konsentrasi 30 - 40 ppm seluruh Ikan Sidat mengalami methemoglobinemie.
3. KEBUTUHAN NUTRIEN
Seperti halnya jenis ikan-ikan lain, Ikan Sidat membutuhkan zat gizi berupa protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral.
Kadar protein pakan optimal adalah 45% untuk ikan bestir (juvenil) dan sekitar 50% untuk ikan kecil (fingerling).
4. BUDIDAYA IKAN SIDAT PADA JARING APUNG
a. Jaring Apung.
Satu unit jaring apung memiliki empat kolam berukuran 7 x 7 m, dengan jaring berukuran 7 x 7 x 2,5 m dan mata jaring 2,5 inchi. Untuk menghindari lolosnya ikan, disekeliling tepian kolam bagian atas diberi penutup dari hapa dengan lebar 60 cm.
b. Benih Ikan Sidat.
Benih Ikan Sidat (Anguilla bicolor) berbobot 15 - 20 gram per ekor dengan panjang 20-30 cm.. Benih Ikan Sidat diperoleh dari Pelabuhan Ratu hasil tangkapan nelayan di perairan umum.
c. Padat Penebaran.
Setiap kolam ditebar 100 kg benih Ikan Sidat.
d. Pakan.
Pakan yang diberikan adalah pakan buatan berbentuk pasta dengan kandungan :
■ Protein 47,93%
■ Lemak 10,03%
■ Seratkasar 8,00%
■ BETN 8,32%
■ Abu 25,71%
Pakan diberikan sebanyak 3% dari berat total ikan Konvensi pakan sebesar 1,96.
Dengan konvensi tersebut akan diperoleh laju perturnbuhan
rata-rata 1,46`% dengan mortalitas 9,64 %.
e. Masa Pemeliharaan dan Panen.
Pemeliharaan Ikan Sidat pada kolam keramba jaring apung selama 7 - 8 bulan, dan masa. panen secara bertahap dapat dimulai pada masa pemeliharaan 4 bulan.
Ukuran Ikan Sidat yang, dipanen dapat - mencapai ukuran. konsumsi yaitu 180 - 200 gram per ekor.
Pemeliharaan ikan Sidat pada kolam keramba jaring apung merupakan salah satu alternatif dalam rangka penganekaragaman budidaya ikan pada kolam keramba jaring apung. Namun dalam penerapannya masih perlu diperhatikan kondisi serta kualitas perairan umum yang dipergunakan.
SUMBER: Dinas Perikanan Provinsi Jabar, 2008
Komoditas Unggulan Yang Terlupakan


Sidat (Anguilla spp), merupakan komoditas perikanan ini belum banyak dikenal orang. Padahal, hewan yang mirip dengan belut ini memiliki potensi luar biasa sebagai komoditas dalam negeri maupun ekspor. Saat ini, permintaan ekspor sidat terus meningkat. Harga jualnya juga mencengangkan. Ikan sidat merupakan salah satu jenis ikan yang laku di pasar internasional (Jepang, Hongkong, Belanda, Jerman, Italia dan beberapa negara lain), dengan demikian ikan ini memiliki potensi sebagai komoditas ekspor. Di Indonesia sendiri, sumberdaya benih cukup berlimpah. Setidaknya, terdapat empat jenis sidat, yaitu Anguilla bicolor, Anguilla marmorata, Anguilla nebulosa, dan Anguilla celebesensis.
Secara kasat mata, ikan sidat memiliki bentuk yang menyerupai belut. Secara fisik belut memiliki bentuk kepala lancip dan bulat, sedangkan ikan sidat ini mempunyai bentuk kepala segitiga, badan berbintik-bintik, dan ekor yang mirip ekor lele. Sidat juga bukan belut berkuping. Karena, yang selama ini dianggap telinga, sebenarnya adalah sirip. Dilihat dari ukurannya, panjang tubuh belut akan mentok di kisaran 60 cm. Sedangkan panjang sidat berkisar 80 cm−125 cm. Bobot terberat binatang ini juga bisa menyentuh angka 1 kg. Bahkan, di Pulau Enggano, Propinsi Bengkulu pernah ditemukan ikan sidat dengan berat sampai 10 kg.
Selain memiliki pasar ekspor yang potensial, ikan sidat sendiri memiliki kandungan vitamin yang tinggi. Hati ikan sidat memiliki 15.000 IU/100 gram kandungan vitamin A. Lebih tinggi dari kandungan vitamin A mentega yang hanya mencapai 1.900 IU/100 gram. Bahkan kandungan DHA ikan sidat 1.337 mg/100 gram mengalahkan ikan salmon yang hanya tercatat 820 mg/100 gram atau tenggiri 748 mg/100 gram. Sementara kandungan EPA ikan sidat mencapai 742 mg/100 gram, jauh di atas ikan salmon yang hanya 492 mg/100 gram dan tenggiri yang hanya 409 mg/100 gram. Dengan fakta seperti itu, maka membudidayakan ikan sidat selain mempunyai potensi pasar yang menjanjikan juga bisa memberikan jaminan gizi kepada orang yang mengkonsumsinya.
Namun, saat ini di Indonesia sumberdaya ikan sidat belum begitu banyak dimanfaatkan seperti halnya di Jepang ataupun Negara Eropa lainnya. Padahal di berbagai wilayah di Indonesia ukuran benih maupun ukuran konsumsi ikan ini jumlahnya cukup melimpah. Tingkat pemanfaatan ikan sidat secara lokal juga masih sangat rendah, akibat belum banyak dikenalnya ikan ini, sehingga kebanyakan penduduk Indonesia belum familiar untuk mengkonsumsi ikan sidat. Demikian pula pemanfaatan ikan sidat untuk tujuan ekspor masih sangat terbatas.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam membudidayakan ikan sidat antara lain:
a. Suhu. Pada pemeliharaan benih Ikan Sidat lokal, A. bicolor bicolor, suhu terbaik untuk memacu pertumbuhan adalah 29°C.
b. Salinitas. Pada pemeliharaan Ikan Sidat lokal, A. bicolor bicolor (elver), salinitas yang dapat memberikan pertumbuhan yang baik adalah 6 – 7 ppt.
c. Oksigen Terlarut. Kandungan oksigen minimal yang dapat ditolelir oleh Ikan Sidat berkisar antara 0,5 – 2,5 ppm.
d. pH. pH optimal untuk pertumbuhan Ikan Sidat adalah 7 – 8.
e. Amonia (N H3- N) dan Nitrit (NO2-N). Pada konsentrasi amonia 20 ppm sebagian Ikan Sidat yang dipelihara mengalami methemoglobinemie dan pada konsentrasi 30 – 40 ppm seluruh Ikan Sidat mengalami methemoglobinemie.
f. Kebutuhan nutrient. Seperti halnya jenis ikan-ikan lain, Ikan Sidat membutuhkan zat gizi berupa protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral. Kadar protein pakan optimal adalah 45% untuk ikan bestir (juvenil) dan sekitar 50% untuk ikan kecil (fingerling). Diolah dari berbagai sumber
SUMBER: bisnisukm.com
4/11/2011
Arah Budidaya Sidat Di Indonesia


KEKUATAN:
1. Sidat air tawar, 7 dari 18 jenis sidat ditemukan dan memiliki “homeland” di perairan Indonesia,
2. Sumber daya perairan dan lahan tersedia luas,
3. Aturan pelarangan ekspor benih sidat, glass eel, ke luar negeri,
4. Beberapa jenis sidat Indonesia memiliki kedekatan morfologi dengan sidat Jepang atau Eropa,
5. Pada beberapa lokasi, keseragaman jenis sidat yang tertangkap sangat tinggi dan memiliki kedekatan morfologi dengan sidat di luar negeri.
KELEMAHAN:
1. Teknik budidaya sidat yang dapat diaplikasikan belum tersedia: sistem dan wadah pemeliharaan yang optimal, pakan yang efisien dan manajemen lingkungan yang mendukung,
2. Peran serta ’stake holder’ masih relatif lemah dan belum ada kerja sama dengan lembaga terkait,
3. Kemampuan praktisi/pembudidaya untuk budidaya sidat masih rendah.
PELUANG:
1. Konsumsi sidat dunia, terutama Jepang dan Eropa, sangat tinggi,
2. Teknik budidaya di luar negeri sudah maju,
3. Suplai glass eel masih bergantung sepenuhnya dari tangkapan dan sudah ada penurunan tangkapan hingga tinggal 10% dibandingkan 20 tahun lalu pada sidat Eropa (Anguilla anguilla), Jepang (A. japonica) dan Amerika (A. rostrata) sedangkan terdapat indikasi yang sama pada sidat Australia (A. reinhardtii).
ANCAMAN:
1. Adanya permintaan glass eel dari luar negeri, merangsang para pengusaha ‘opportunis’ untuk melakukan ekspor glass eel
2. Kerusakan lingkungan dan/atau pembuatan bendungan menghambat terjadinya migrasi sidat,
3. ‘over-eksploitasi’ benih sidat.
Strategi:
1. Perlu ada kerja sama yang nyata antara lembaga pemerintah dengan stake holder untuk melakukan penelitian dan budidaya sidat,
2. Perlu adanya peningkatan kemampuan para praktisi melalui pelatihan untuk melakukan adopsi teknologi budidaya sidat dan melakukan alih teknologi ke masyarakat,
3. Penegakan aturan pelarangan ekspor glass eel apapun alasannya,
4. Pembinaan penangkap/nelayan untuk pengaturan penangkapan sidat,
5. Penentuan zona konservasi sidat, termasuk pemeliharaan lingkungan dan tanpa bendungan, untuk migrasi sidat
4/09/2011
Trik Jitu Budidaya Ikan Sidat



Tidak seperti halnya ikan mas, ikan patin, udang windu, ikan lele dan lobster air tawar, pengembangan usaha budidaya sidat di Indonesia masih sulit dilaksanakan, apalagi penyediaan benih ikan ini betul-betul tergantung alam. Pemeliharaan benih sidat di kolam-kolam belum popular, karena ikan ini karnivor dan kanibal.
Benih yang didapat dari alam ditampung dan diberi makan cacing halus. Umumnya, hasil budidaya sidat ini diekspor. Tujuan ekspor benih sidat ke luar negeri, terutama Jepang, negeri yang perikanan sidatnya sudah sangat maju tetapi sangat membutuhkan benih cukup banyak. Untuk menambah pengetahuan dan alih teknologi, berikut diterangkan budidaya sidat yang dilakukan di Jepang.
PENYEDIAAN PAKAN
Sebelum mengumpulkan benih sidat, persediaan pakan harus disiapkan terlebih dahulu. Sebelum pakan buatan ditemukan, ikan rucah digunakan sebagai pakan sidat.
Pakan buatan yang tersedia adalah dalam bentuk tepung. Untuk ransum makanan, pakan buatan dicampur air dengan rasio 1 : 1. kadang-kadang, dapat juga ditambah obat-obatan dan cacahan ikan runcah. Campuran pakan ini diaduk sehingga berbentuk adonan dan segera diberikan kepada sidat sebelum menjadi keras.
Kandungan protein yang dibutuhkan dalam pakan elver, sidat muda dan dewasa berturut-turut adalah 55,50 dan 45%. Sedangkan kandungan lemak dalam ransum makanan pada umumnya 3%. Ransum makanan yang diberikan sebanyak 2-6% berat total tubuh sampai ikan tumbuh menjadi 40g, kemudian ransum makan yang diberikan hanya 1-3% berat total tubuh.
Peternak harus mengamati aktivitas makan sidat dengan cermat dan mengatur ransum makanan sehingga sidat dapat mengkonsumsi semua pakan dalam satu jam atau lebih baik lagi dalam waktu 30 menit. Pakan buatan haru disimpan di tempat dingin dan kering, dalam cold strorage (ruang pendingin), dan pakan yang baru harus dibeli setiap satu atau dua minggu dari pabriknya.
PENGUMPULAN BENIH SIDAT
Elverdikumpulkan dari daerah muara sungai ketika mereka mulai beruaya ke arah sungai, yaitu saat akhir musim gugur sampai musim dingin di Jepang. Nelayan mengumpulkan elver dengan seser atau jarring penangkap serta menggunakan lampu untuk menarik perhatiannya. Ukuran mata jaring alat tangkap tersebut adalah 0,7-1,0 mm. Elver yang terkumpul kadang disimpan dalam kandang elver, yaitu kotak kayu yang mempunyai saringan di dasarnya. Ketika elver mencapai kepadatan tertentu, mereka dipindahkan ke bak-bak pemeliharaan. Elver harus ditangani dengan hati-hati untuk mencegah kematian karena luka-luka. Ukuran elver adalah 0,15-0,2g berat tubuh dengan panjang total 50-60 cm.
PEMELIHARAAN ELVER DAN SIDAT MUDA
Peternak sidat membeli elver dari pemasok. Elver yang akan dibeli diperiksa dahulu untuk meyakinkan bahwa benih sidat tidak luka, berpenyakit, atau lemah. Terkadang, elver direndam dalm larutan obat beberapa saat, guna mencegah pertumbuhan bakteri patogen, sebelum dimasukan ke bak pemeliharaan.
Elver dipelihara di dalam bak berkapasitas 30-50m² dengan kedalaman 50-70 cm. Bak-bak diletakkan di dalam ruangan. Tiga atau empat hari pertama, anak sidat ini harus aklimatisasi sesuai kondisi bak-bak tanpa pemberian pakan. Jika suhu air akan ditingkatkan sampai optimum (25-28ºC di Jepang), harus dilakukan bertahapselama aklimatisasi. Perubahan mendadak menyebabkan tekanan fisiologik.
Cacing tubificid (tubifisid) merupakan makanan terbaik bagi pemeliharaan awal elver. Untuk beberapa hari, cacahan tubificiddiberikan disekeliling dinding bak, sehingga semua elver memperoleh kesempatan untuk memangsa ransum yang tersedia. Setelah itu, area pemberian pakan dipersempit sampai pakan hanya diberikan sepanjang satu penampangdinding. Dengan cara ini, anak sidat dilatih untuk makan di tempat dan waktu yang telah ditentukan.
Dalam waktu dua sampai empat minggu, ransum makanan diberikan dua kali sehari, subuh dan petang hari, pada suatu tempat berpenarangan lampu 20-40 watt. Waktu makan secara perlahan dialihkan ke siang hari. Meski sidat telah terbiasa makan siang hari, pakan tetap diberikan dua atau tiga kali sehari selama dua sampai tiga bulan.
Setelah dua atau tiga minggu dari awal pemberian pakan, cacahan daging ikan dan pakan buatan mulai dicampur dengan cacing tubificid. Jumlah pakan buatan dalam pakan campuran tersebut ditingkatkan sedikit demi sedikit sampai akhirnya hanya pakan buatan yang diberikan.
Beberapa peternak tetap memberikan campuran cacahan ikan dan pakan buatan sampai sidat berbobot 1g. Ketika sidat masih kecil, pasta makanan disediakan agak lunak. Setelah sidat tumbuh lebih besar, diberikan pasta agak padat.
Padat penebaran elver biasanya berkisar antara 150g/m² dan 300g/m². Kelulushidupan elver sampai berat tubuh 1g adalah 80-90%.
PEMBESARAN
Setelah anak sidat dapat menerima ransum makanan yang terdiri dari pakan buatan saja, pemilahan sidat pertama kali dilakukan. Semua sidat dari dalam bak dikumpulkan melalui pipa pengeluaran ke dalam keranjang dan dipindahkan ke jaring kurung kecil di bak lain.
Sidat yang besar dipisahkan, yang lebih kecil dipindahkan ke bak-bak budidaya untuk pembesaran lebih lanjut. Kemudian, pemilahan dilakukan setiap 40 hari.
Pemilahan yang sering dilakukan memiliki beberapa manfaat, yaitu memungkinkan mengetahui persediaan sidat yang dibudidaya, meningkatkan efisiensi pakan dengan mengurangi kemungkinan pakan yang tersisa, memungkinkan pengamatan kondisi sidat secara cermat, dan dapat benar-benar membersihkan bak-bak budidaya.
Adonan pakan buatan, kini, diberikan satu kali sehari sebanyak 1-3% berat total tubuh dalam bak budidaya. Kepadatan ideal untuk sidat berbobot 10g adalah 3 sampai 6 kg/m² dan untuk sidat besar, 9-21kg/m².
Sisa bahan organic yang tertimbun di pusat bak karena pergerakan air harus dibersihkan dengan cara disedot setiap pagi dan sore. Pengelolaan air budidaya dilakukan dengan cermat sepanjang musim dingin untuk menjaga air tetap bersih dan hangat (dengan memanaskan air sampai suhu optimal), sementara pergantian air dilakukan sesedikit mungkin untuk efisiensi biaya pemanasan.
PANEN DAN PEMASARAN
Setelah lima bulan dibudidaya, sidat yang tumbuh cepat telah mencapai ukuran jual. Sidat tersebut tetap dapat dipanen untuk dipasarkan. Sidat yang dipanen diletakkan di dalam keranjang plastik. Keranjang ini diletakkan di dalam bak berisi air dengan sirkulasi. Pakan tidak diberikan selama satu hari sebelum pengangkutan ke pasar.
Untuk pengangkutan selama lima sampai 10 jam dapat digunakan keranjang plastik, yaitu 10 keranjang yang berisi 4-5kg sidat ditumpuk dan air dingin dipancurkan di atas tumpukan keranjang tersebut. Satu keranjang berisi 1-2kg es batu kemudian diletakkan di atas tumpukkan tersebut. Tumpukkan tadi kemudian dimuat ke atas truk dengan ditutup kain kanvas.
Untuk jarak jauh, yang memerlukan waktu 20 sampai 30 jam, sidat dikemas dalam kantong plastik lapis dua berkapasitas 8 liter, diisi 1-2 liter air, 0,5-1kg es batu dan gas oksigen. Satu kantong dapt diisi 5-10kg sidat. Biasanya, dua kantong dikemas dalam satu kotak Styrofoam.

Perubahan Iklim Ubah Pola Migrasi Sidat Tropis
Perubahan iklim telah mengubah pola migrasi ikan sidat di perairan laut Kepulauan Indonesia. Jika biasanya ikan ini hanya bisa dilihat di laut selama setengah tahun, namun saat ini belut laut ini muncul sepanjang tahun.
Bentuknya seperti ular. Namun secara biologis karena memiliki insang dan sirip dia masuk kelompok ikan. Orang Indonesia biasa menyebutnya ikan sidat (belut laut tropis) atau bahasa latinnya anguilla sp. Jarang sekali ikan ini dikonsumsi oleh orang pribumi. Meski demikian, jangan remehkan ikan ini dari bentuknya. Sebab kandungan nutrisi ikan ini berada di atas rata-rata semua jenis ikan. Bahkan, di Eropa, Amerika, dan Jepang ikan ini laris manis dan menjadi konsumsi dari kalangan menengah ke atas karena harganya cukup mahal.
Bahkan sebagian orang Jepang percaya bahwa dengan mengonsumsi ikan ini bisa menambah stamina dan memperpanjang umur. Meskipun terkesan hanya sebagai mitos, namun secara medis ikan ini memang memiliki kandungan nutrisi protein, karbohidrat, serta omega 3 yang tinggi. Sehingga menguatkan fungsi otak dan memperlambat terjadinya kepikunan. Indonesia memiliki potensi sebagai penghasil ikan sidat jenis tropis yang melimpah.
Menurut Peneliti Bidang Sumber Daya Laut Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Hagi Yulia Sugeha menyatakan RI berpotensi menjadi penghasil ikan sidat terbesar di dunia. Sebab, ikan sidat jenis tropis yang ada di perairan laut Indonesia memiliki karakter yang unik. Sidat betina tropis memiliki kemampuan reproduksi sembilan kali lebih banyak ketimbang jenis ikan sidat dari lintang tinggi. Ini bisa dilihat dari jumlah telur yang dibawa dalam perutnya. Selain itu kemampuan memijahnya pun sepanjang tahun. Dengan kemampuan bertelur mencapai ratusan ribu bahkan jutaan telur, maka ikan ini sangat potensial untuk dibudidayakan.
“Ikan sidat merupakan menu paling mahal di Jepang disebut sebagai unagi tahun 2000-an harga ikan ini di pasar 700 yen per ekor (saat itu sekira Rp.490 ribu per ekor). Tapi kalau sudah diolah yang siap makan di restoran harganya 5.000 yen per porsi. Itu hanya orang kaya yang beli padahal hanya 1 potong,” katanya.
Meski demikian, kata dia, ikan sidat kini mulai menunjukkan pola hidup yang berbeda. Menurut Yulia, ini bisa disebabkan oleh perubahan iklim atau kondisi air yang tercemar. Selama ini dilaporkan ikan ini akan muncul di lautan hanya setengah tahun. Namun ternyata berdasarkan penelitian yang dia lakukan di Muara Sungai Poigar sebelah utara pulau Sulawesi, ikan ini bisa muncul sepanjang tahun. Selain itu, komposisi spesies ikan sidat yang masuk ke perairan laut Indonesia pun bisa berbeda. Dalam satu tahun bisa dominan sidat jenis spesies celebesensis, sedang tahun berikutnya bisa dominan marmorata.
Pengamatan yang dilakukan Yulia bersama empat peneliti dari Jepang selama kurun 1997-1999, terungkap bahwa pola migrasi sidat Muara Sungai Poigar Sulawesi tercatat ada tiga karakter spesies sidat yang melimpah. Yakni, jenis anguilla celebesensis, marmorata, dan bicolor pacifica. Selama tiga tahun penelitian celebesensis merupakan spesies paling melimpah dengan angka 73,5 persen, 79,5 persen, dan 81,9 persen. Marmorata merupakan spesies dengan kelimpahan nomor dua dengang persentase 23,8 persen, 18,8 persen, dan 17,7 persen. Sedangan bicolor pasifika hanya 2,7 persen, 1,7 persen, dan 0,3 persen.
“Selama awal bulan, belut laut ini tampak lebih melimpah saat laut pasang ketimbang saat surut. Dari hasil penelitian ini menemukan bahwa ikan sidat akan menjadi melimpah saat awal bulan dan saat laut pasang,” katanya.
Namun selama empat tahun terakhir penelitian yang dilakukan Yulia bersama tim peneliti LIPI, ditemukan pola migrasi yang berbeda dari ikan ini.
Menurut dia, ikan sidat telah mengubah tingkah laku migrasi. Dia bersama tim peneliti baru saja melaporkan tentang perubahan dominasi spesies. Celebesensis yang sebelumnya tampak melimpah kini telah digantikan oleh marmorata. Toh meskipun, kata dia, dalam bermigrasi celebesensis memang lebih dekat ke Indonesia dibandingkan marmorata dan bicolor pasifika.
“Kami menduga perubahan siklus ini karena dia mengikuti siklus perubahan iklim. Jadi mungkin 10 tahun kemudian bisa jadi celebesensis akan dominan lagi. Lha kalau dipengaruhi lagi oleh perubahan iklim itu bisa berubah sebab spesies yang bermigrasi sangat erat kaitannya dengan perubahan iklim atau lingkungan. Jadi apabila lingkungan berubah, maka pola migrasinya juga akan berubah. Misalnya sungainya rusak, tercemar dan lainnya,” paparnya.
Para ilmuwan memang sudah terlanjur khawatir. Bahwa pada 2030 mendatang diperkirakan banyak spesies akan punah. Namun kenyataannya dilaporkan bahwa Indonesia merupakan tempat bagi tujuh dari 18 spesies ikan sidat yang ada di dunia.
Bahkan hasil penelitian yang dilakukan Yulia dan Tim LIPI menemukan lima jenis spesies baru yang karakternya belum pernah di laporkan ada di dunia. Sehingga berpeluang menjadi spesies baru di luar angka 18 spesies yang telah tercatat tersebut. Selain itu, dia menemukan bahwa Indonesia tidak hanya menjadi tempat tinggal tujuh spesies sidat, namun juga ditemukan dua spesies lainnya yang termasuk bagian dari 18 spesies tersebut. Artinya Indonesia berpeluang ditempati sembilan spesies sidat yang pernah dikenal di dunia.
Tidak hanya itu, spesies moyang dari sidat yakni anguilla borneensis merupakan spesies yang hanya ada di Indonesia dan statusnya sudah endemis atau terancam punah. Wilayah Indonesia memang sangat memungkinkan sebagai tempat favorit sidat, karena karakter ikan sidat yang suka bertelur di wilayah gugusan pulau. Selain itu banyaknya gunung dan danau merupakan surga bagi ikan ini. Yulia bersama Tim peneliti sempat menemukan ikan sidat yang sudah berumur 15 tahun dengan ukuran panjang 1,72 meter dan berat 15 kg. Tingkat pertumbuhannya memang tinggi di daerah tropis.
“Curiga saya jangan-jangan 18 spesies dunia awal penyebarannya dari Indonesia kemudian menyebar ke daerah lain,” katanya.
Mempelajari pola karakter hidup ikan sidat memang unik. Ikan ini bisa hidup di air tawar maupun asin, dipercaya inilah yang menyebabkan metabolisme dan daya tahan tubuh ikan ini menjadi tinggi sehingga kandungan nutrisinya pun tinggi. Ikan sidat dewasa akan bereproduksi di laut. Sementara jutaan anakan-anakan ikan ini akan bermigrasi mencari muara dan menuju air tawar dan tinggal di sana selama bertahun-tahun.
Setelah dewasa sidat akan kembali mencari laut untuk bereproduksi begitu terus siklusnya. Ini terbalik dari ikan salmon yang justru mencari air tawar untuk melakukan reproduksi, dan anak-anaknya yang akan bermigrasi mencari laut.
Namun menurut Yulia, memang ada yang berubah dari pola migrasi sidat. Temuan lain yang dia dapatkan bersama tim peneliti adalah pola migrasi yang tidak sama antara Indonesia bagian barat, tengah, dan timur.
Penelitian yang dilakukan secara serentak di tiga wilayah tersebut dengan melibatkan banyak anggota tim peneliti menemukan bahwa musim kemarau merupakan puncak kelimpahan sidat di Indonesia bagian tengah yakni pada bulan April – Oktober. Namun kebalikannya, justru Indonesia bagian barat dan timur kelimpahannya rendah saat musim kemarau.
“Jadi kemungkinan ketemu kelimpahannya di musim penghujan. Nah implikasinya buat pengelolaannya tidak boleh sama. Kebiasaan di Indonesia, jika satu budi dayanya seperti ini maka yang lainnya juga sama. Padahal musimnya saja beda,” paparnya.
Hingga saat ini, memang eksploitasi ikan sidat masih mengandalkan hasil tangkapan alam. Biasanya ikan sidat ditangkap saat anakan untuk kemudian diekspor atau pada ukuran yang sudah besar. Meskipun di Indonesia potensinya memang melimpah dan belum tergali, namun menurut Yulia hingga saat ini belum ditemukan lokasi di mana ikan sidat ini bertelur dan bereproduksi. Jika sudah ditemukan lokasi dan karakternya, tentu akan sangat membantu pengembangan budi dayanya.
Selain itu, dia mengkhawatirkan masih ada spesies lain ikan sidat di negeri ini yang belum ditemukan. Kekhawatirannya spesies tersebut sudah punah lebih dulu sebelum dilakukan pencatatan akibat eksploitasi yang tidak mempertimbangkan keberlanjutan kehidupan ikan ini.
Sebuah piring berwarna putih diletakkan seorang pelayan di atas meja di sebuah warung makan sederhana di Kota Tentena, tepian danau Poso, Sulawesi Tengah.
Di dalamnya tampak sepotong ikan belut bakar, warga setempat menyebutnya sogili (anguilia spp). Di sampingnya ada lalapan berupa potongan ketimun kupas, daun kemangi segar dan kacang panjang serta dabu-dabu (sambal) berupa irisan bawang merah, tomat dan cabe yang diberi garam secukupnya.
Setelah menyodorkan sayur asam dan sepiring nasi putih, sang pelayan kemudian mempersilahkan saya menyantap hidangan yang bau harumnya telah menyodok hidung dan mengumbar nafsu makan sejak ikan sogili atau masapi itu dibakar di dapur tepat di belakang meja makan yang tepisah dengan dinding papan setinggi satu meter.
“Mari pak, silahkan,” kata Ny. Eli Patodo, pemilik warung tersebut.
Hanya dalam beberapa menit, sogili ini tinggal tulangnya saja. Sayur lalap dan dabu-dabu yang disajikan lenyap bersamaan dengan daging sogili.
Ketika hendak meninggalkan warung sederhana tapi nyaman di ujung jembatan Pamona itu, Ny. Eli Patodo menyebut Rp25.000 untuk harga menu yang baru saja dinikmati.
“Memang begitu harganya. Ini malah sudah agak murah karena sekarang, sogili mulai banyak. Kalau beberapa bulan sebelumnya, harga satu potong ikan sogili goreng atau bakar bisa Rp30.000,” kata Marten, seorang warga Kota Tentena.
Itu sebabnya, hanya sebagian kecil masyarakat Tentena yang biasa makan sogili.
“Torang (kami) di sini kalau tidak ba tangkap sendiri, tidak mo pernah makan sogili. Kalu cuma harap beli, harganya mahal sekali,” katanya.
Ny. Eli Patodo mengemukakan, menu sogili di warungnya tidak hanya dalam bentuk bakar, tetapi ada pula yang digoreng. Yang paling khas untuk masyarakat Tentena adalah menu yang mereka sebut orogo-onco.
Orogo dan onco adalah sejenis bumbu daun-daunan khas Tentena yang dicampurkan ketika ikan sogili dimasak dengan sedikit santan kental sehingga terasa agak asam.
“Cuma maaf pak, orogo onco sogili sekarang tidak. Pembeli sekarang masih sepi karena harga sogili masih tinggi,” ujar Ny Eli lagi.
“Orang disini suka sekali orogo-onco. Kalau mereka punya ikan sogili sendiri, umumnya dimasak orogo-onco,” kata Deni Raurau, seorang warga Tentena lainnya.
Ikan sogili, katanya, paling cocok dimasak orogo-onco karena kandungan lemaknya, apalagi di bagian kulit. Karena itu, kalau dimakan tidak cepat terasa mual sekalipun makan beberapa potong.
“Cuma hati-hati, orang yang menderita kolesterol tinggi atau hipertensi (tekanan darah tinggi) tidak boleh makan banyak ikan sogili,” kata Ny. Eli Patodo yang mengaku selalu menyediakan bawang putih untuk pelanggannya yang menderita hipertensi bila memesan ikan sogili.
Diekspor
Ikan sogili kini menjadi komoditi ekspor yang menarik dari Tentena. Itu pula yang menyebabkan harga sogili segar (hidup) terus melambung.
Pasar ikan sidat di dunia sangat besar, terutama ke Taiwan, Hongkong, Jepang, China dan beberapa negara Eropa dan kebutuhan mereka selama ini belum pernah tercukupi. Ikan sidat di negera-negara itu menjadi menu makanan yang mahal.
Di Taiwan dan Jepang misalnya, harga sogili asal Tentena yang masih hidup konon bisa mencapai Rp350.000/kg.
Joni, seorang pedagang antarpulau sogili ke Jakarta mengaku tidak tahu persis harga sogili di luar negeri, namun diperkirakan cukup tinggi.
“Itu sebabnya, harga beli kita dari nelayan di Tentena dewasa ini cukup tinggi juga. Sogili yang beratnya lebih dari dua kilogram perekor dibayar dengan harga Rp75.000/kg,” ujarnya.
Menurut dia, kalau lagi musim, harga sogili akan tinggi karena pembeli tidak perlu menyimpan lama di dalam keramba untuk dikirim ke Jakarta melalui jalan darat ke Makassar dan pesawat terbang ke Jakarta .
“Kalau lagi musim, setiap satu minggu kami sudah mengirim 300 sampai 400 kg sogili ke Jakarta, tapi di luar musim bisa menunggu sampai sebulan baru bisa mengirim. Ini berarti, resiko mati cukup tinggi sehingga harga biasanya kami tekan,” ujar Joni.
Menurut bapak angkat bagi sebagian besar nelayan pemilik perangkap sogili di Tentena itu, musim panen sogili terjadi pada bulan Pebruari sampai Agustus dimana saat itu air danau Poso akan mengalami pasang.
Penangkapan ikan sogili dilakukan dengan membuat pagar perangkap di mulut sungai berbentuk piramid yang terbuat dari kayu dan bambu.
Di ujung piramid itu dipasang bubu (wuwu) atau pukat untuk menampung sogili yang terperangkap. Saat sogili keluar dari danau Poso dan mulai masuk ke mulut sungai, maka ikan belut itu akan tergiring masuk ke bubu atau pukat.
“Jadi pada subuh hari kita tinggal mengangkat pukat atau bubunya untuk mengambil ikan belut itu,” ujar Tampai (83 tahun), seorang nelayan sogili di Tentena yang memiliki sejumlah perangkap.
Setiap pagar perangkap diusahakan oleh delapan sampai sepuluh orang neyalan dengan pembagian hasil dilakukan secara bergiliran setiap hari. Misalnya si `A` yang mendapat giliran hari Senin, maka seluruh hasil panen pada Senin itu adalah milik `A` demikian seterusnya.
“Ini sudah tradisi yang turun temurun di sini sejak tahun 1950-an,” kata Tampa`i (83) yang tampak masih kuat dan tetap menekuni usaha menangkap belut tersebut.
Musim sogili, kata Tampai biasanya mulai bulan Desember sampai Juni, namun tahun 2009 ini, musim rupanya bergeser dan baru mulai ramai bulan Pebruari 2009. Musim panen sogili diperkirakan mencapai puncak pada bulan Mei.
“Sekarang hasilnya belum begitu ramai, paling banyak 10 sampai 12 kg atau sekitar empat ekor tiap hari. Pada puncak musim, satu hari bisa dapat 20 sampe 25 kg/hari,” ujarnya.
Ikan sogili hidup dengan berat di atas dua kg perekor, dijual kepada pengumpul untuk diekspor dengan harga Rp75.000/kg, sedang yang sudah mati atau yang beratnya di bawah dua kg perekor dijual ke masyarakat lokal atau pengusaha restoran/warung makan seharga Rp45.000/kg.
“Tidak ada kesulitan menjual sogili baik yang hidup maupun yang mati karena pasarnya luas. Pengumpul sogili hidup membeli berapapun yang dihasilkan nelayan dengan harga cukup tinggi, sebab sogili hidup kini telah menjadi komoditi ekspor yang dikirim melalui Makassar,” kata Kaverius, nelayan sogili lainnya yang tinggal di kota Wisata Tentena, sekitar 56 km dari Kota Poso itu.
4/06/2011
Contoh Kolam Untuk Sidat


*Gambar Keramba Apung
*Gambar kolam sidat dari tanah
*Gambar kolam sidat dari Beton
- Kolam diusahakan airnya berwarna hijau karena lumut, karena sidat lebih nyaman.
- Jika air kolam masih jernih, diatasnya bisa diberi peneduh.
- Berikan tempat sembunyi untuk sidatnya, itu bisa berupa ban bekas, dll.
Trik Packing Sidat


Sebelum moa dikirim, sidat HARUS dipuasakan terlebih dahulu minimal 1 hari, sehingga pada saat dipacking dan dalam perjalanan, sidat tidak muntah/berak yang mengakibatkan kualitas air di dalam media packing rusak/menurun, dan meningkatkan resiko kematian selama perjalanan!
Packingnya untuk pesawat udara:
Bahan:
- Box Sytrofoam Garuda tebal
- Dalam 1 box Garuda (GA-75 besar) dapat diisi MOA sebanyak 20 kg berat Moa saja, nanti ditambah air 2 lt.
- Siapkan plastik yang biasa digunakan untuk pengiriman ikan (Plastik HD tebal). Plastik lapis 2 dimana kedua ujung-ujungnya diikat karetuntuk mencegah kebocoran plastik dari ujung
- Siapkan oksigen (Ingat! memakai oksigen, bukan blower / kompressor)
- Siapkan es batu / es pentung dengan berat @0.5kg sebanyak 2 buah
- Lakban
- karet gelang
Penanganan Sebelum Packing:
- Sidat di bius dengan cara air kolam suhunya diturunkan sehingga berkisar 22-25 derajat Celcius. Cara menurunkan suhu di kolam yaitu langsung es dimasukkan ke dalam kolam berisi Sidat.
- Lalu siapkan plastik diisi air (dari kolam pembiusan Sidat) sekitar 2-2.5 kg air, lalu es yang 1/2kg (2 buah) dimasukkan ke dalam plastik yang isi air tsb.
- Setelah itu, sidat lalu dimasukkan ke dalam plastik berisi air tersebut, lalu plastik diisi oksigen secukupnya (sesuai dimensi box styrofoam yang digunakan) kemudian diikat yang rapat dengan karet gelang.
- Plastik isi sidat tersebut lalu dimasukkan ke dalam box syrofoam yang sudah disiapkan, dilakban, lalu siap dikirim.
Cara Pengiriman darat:
Jika pengiriman via darat, pada prinsipnya sama juga, hanya medianya pakai Blong/jerigen yang diberi lubang untuk udara masuk, dan lebih bagus lagi jika diberi aerator (gelembung udara/blower). Sebelumnya pastikan jerigen sudah tidak berbau bahan kimia.
Dengan begitu sudah cukup untuk tahan sampai 24 jam. Yang penting, jika es sudah leleh/habis, maka diganti dengan es baru.
Air juga bisa diganti dalam perjalanan darat (jika waktunya lewat 18 jam).